GELOMBANG GEMPA (SEISMIC WAVE)
1. P-wave (Gelombang Primer)
Gelombang primer ini merambat paling cepat di antara gelombang-gelombang lainnya. Gelombang ini merambat dalam badan bumi dengan efek gaya aksial sejajar arah jarum rambatan, yaitu desakan / kompresi dan tarikan / delitasi. Gelomabang ini dapat menjalar pada benda padat, cair dan gas (Bolt, 1975).
2. S-wave (Gelombang Sekunder)
Gelombang sekunder ini merambat lebih lambat dibandingkan dengan P-wave. Gelombang ini merambat dalam badan dengan efek gaya geser, yaitu tegak lurus arah rambatan gelombang. Gelombang jenis ini hanya dapat merambat pada media yang padat (solid). Bangunan lebih mudah bergetar oleh gelombang jenis ini.
3. L-wave (Gelombang Love)
Gelombang ini mempunyai efek paling besar di permukaan bumi dan semakin kecil efeknya sejalan dengan kedalaman. Gelombang ini menyebabkan gaya geser (tegak lurus arah rambatan) pada media. Gelombang ini dapat menggoyangkan gedung dan sangat berpotensi merusak.
4. R-wave (Gelombang Rayleigh)
Gelombang permukaan ini mempunyai efek gerakan horisontal dan vertikal, bagaikan ombak pantai yang menggulung. Kecepatannya biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan L- wave.
Bercampurnya gelombang badan yang mencapai permukaan dan gelombang permukaan, menyebabkan kompleknya formasi gelombang gempa, dan memungkinkan perbesaran (amplifikasi) gelombang.
UKURAN GEMPA (EARTHQUAKE MEASUREMENT)
MAGNITUT, INTENSITAS, dan SEISMISITAS
(MAGNITUDE, INTENSITY, and SEISMISITY)
Besarnya gempa yang terjadi dapat digambarkan dalam berbagai ekspresi. Ada yang menggunakan istilah magnitut dan ada yang menggunakan intensitas. Ada untung dan ruginya dalam penggunaan masing-masing ekspresi. Hingga sekarang, ada satu lagi istilah / ekspresi yang penting dalam penentuan beban gempa untuk bangunan, yaitu seismisitas. Ketiga istilah penting dalam bidang rekayasa gempa tersebut telah dicoba dan didefibisikan oleh Dowrick (1977) sebagai berikut ini :
1. Magnitut (ukuran energi/ magnitude)
Magnitut adalah sebuah ukuran kuantitatif gempa yang tidak tergantung (independent) dari tempat observasi (tinjauan). Magnitut biasanya dinyatakan dengan M skala Richter, dan dapat diperkirakan dari rekaman gempa dengan menggunakan nomogram Richter.
2. Intensitas (intensity)
Intensitas adalah sebuah besaran subyektif mengenai efek gempa, dan mengacu pada derajat goncangan di sebuah tempat tertentu. Yang paling banyak digunakan sekarang adalah skala modifikasi Mercalli, MMI, atau IMM.
3. Seismisitas (seismisity)
Seismisitas adalah aktifitas seismik pada wilayah tertentu. Seismisitas mengindikasikan jumlah energi gempa yang dilepaskan pada wilayah tertentu (dalam kurun waktu tertentu).
Untuk lebih jelasnya ketiga hal diatas akan kita bahas / uraikan satu persatu.
- Magnitut (magnitude / ukuran energi)
Magnitut merupakan fungsi dari energi gempa. Skala yang terkenal sampai sekarang adalah M Richter scale (M skala Richter), yang dapat dinyatakan dengan :
M = log A + log AO Dengan :
A = amplitudo maksimum (mikron)
AO= Amplitude koreksi untuk untuk lokasi yang dipilih untuk lokasi yang dipilih sebagai standar.
Magnitut biasanya juga ditulis ML karena merupakan ukuran gempa lokal, yaitu letak stasiun seismograpnya kurang dari 600 km dari episenter. Untuk data stasiun yang lebih jauh lagi, skala yang digunakan adalah Ms yang berdasarkan amplitude gelombang permukaan (surface wave). Selain itu juga sering digunakan skala MB yang berdasarkan gelombang badan (body wave).
Dari berbagai informasi kejadian gempa di seluruh dunia yang diperoleh, ternyata gempa melepaskan energi yang besar belum tentu besar efeknya terhadap kehidupan manusia, misalnya pusat gempanya sangat jauh dari aktifitas kehidupan manusia. Bahkan sebaliknya, beberapa kejadian gempa yang berukuran relatif lebih kecil (M dan E kecil) telah mengakibatkan efek yang besar terhadap kehidupan manusia. Oleh karena itu,ntimbul pemikiran untuk mengukur gempa berdsarkan besar kecilnya akibat yangnditimbulkannya yang berhubungan dengan kehidupan manusia.nKonsep tersebut diperkenalkan secara ilmiah pertama-tama oleh Robert Mallet pada pertengahan abad 19 (Bolt, 1978). Mallet membuat garis-garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai derajat kerusakan intensitas (equal intensity lines = isoseismal lines).
Dengan berjalannya waktu, konsep tersebut dikembangkan oleh beberapa ahli, hingga akhirnya ada skala yang populer digunakan, yaitu skala Mercalli termodifikasi (Modified Mercalli Intensity, MMI, atau IMM). Skala MMI ini dikembangkan dari skala Rosi oleh Mercalli dan terakhir dimodifikasi oleh Wood dan Newman. Skala ini terdiri dari I (terendah) sampai XII (terparah kerusakannya). Skala MMI ini didasarkan pada derajat efek gempa terhadap kehidupan manusia, yaitu reaksi dan prilaku manusia saat terjadi gempa dan derajat kerusakan yang diakibatkan oleh goncangan gempa. Skala ini sangat menguntungkan bila tidak terdapat alat perekam gempa di suatu lokasi kerusakan gempa. Walaupun demikian, ada beberapa
kelemahan pada skala ini, antara lain :
1. sikap dan perasaan manusia saat kejadian gempa adalah berbeda antara satu dengan yang individu yang lainnya,
2. kondisi geologi akan berpengaruh terhadap derajat kerusakan, dan
3. kualitas bangunan juga sangat berpengaruh terhadap derajat kerusakan.
Hubungan antara intensitas I dengan magnitut M gempa pernah dibuat oleh bebrapa ahli misalnya Guttenberg dan Richter (1956) serta Hu dkk. (1996)
Struktur yang direncanakan untuk tahan gempa memerlukan prediksi kejadian gempa yang akan datang. Prediksi tersebut untuk memperkirakan beban gempa untuk desain. Prediksi gempa meliputi lokasi, besar, gempa adalah gejala alam yang sangat kompleks, maka prediksi kejadiannya merupakan sesuatu yang mustahil bagi manusia. Mengenai lokasi kejadian gempa, telah diterangkan sebelumnya bahwa wilayah di sekitar patahan plat tektonik merupakan daerah yang rawan gempa (earthquake belts). Oleh karena itu prediksi lokasi kejadian gempa dianggap lebih mudah dibandingkan dengan memperkirakan frekuensi dan besarnya, apalagi saat kejadian gempa yang akan datang.
Untuk memperkirakan besarnya dan frekuensi gempa yang akan datang, pendekatan yang akan digunakan adalah dengan cara statistik, yaitu dengan probabilitas atau kemungkinan atau peluang besarnya kejadian gempa yang akan datang pada suatu wilayah. Perkiraan kejadian gempa yang akan datang tersebut didasarkan pada data kejadian gempa yang lalu. Walaupun kenyataannya sangat jarang terjadi kejadian gempa yang berulang pada suatu tempat kerusakan plat atau patahan tertentu, namun cara pendekatan tersebut sangat banyak diaplikasikan sampai saat ini. Hubungan antara besar / magnitut dengan frekuensi gempa dapat dinyatakan :
Log N = a + b M
Hubungan antara Ukuran dengan Frekuensi kejadian gempa pada daerah atau waktu
tertentu :
Log N = a b M
N =frekuensi kejadian gempa ukuran M untuk luasan daerah dan periode waktu tertentu.
a, b suatu koefisien
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
berikut merupakan file PDF rangkuman :
(TGB-17-PR05-RIZKI) https://drive.google.com/file/d/1Ydz2xKEFLydpJ0-iJGXHC7-vPE4530tg/view?usp=sharing
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber:
Diktat 02-03 Teknik Kegempaan. Teknik Sipil UII. Prof. Sarwidi.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
NAMA : MUHAMMAD RIZKI
NIM : 19511056
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA